Selasa, 23 Juni 2009

PUISI BUAT KAU DAN AKU

Dibalik rembulan

Tuesday, June 23rd, 2009

Ku disini tak berkasih
duduk dkursi tua yg rapuh
mlm ini byk bintang
ku jd melamun dia
yg tak pernah ada..
Kau yg hadirkan merah dtangan ini
kau yg goreskan merah dtangan in
kau yg tandakan merah dtangan in
mengapa aku jd mengeluh..
Dimana indahny cinta it?
Apa Seperti mlm inkah.. Saat pagi tiba bintang akn hilang..

Selamanya

Saturday, May 30th, 2009

Beritau aku tempat yg dapat membuatmu tenang,dan aku akan membawamu kesana…
Beritau aku apa yg dapat membuatmu bahagia,dan aku akan memelukmu disana…
Sayang…
Beritau aku sesuatu yang dapat membuatmu pergi,dan aku akan melepasmu…
Selamanya…

Janjiku

Saturday, May 30th, 2009

Aku meninggalkan sesuatu di antara kita,sesuatu yg terasa smakin jauh
aku melepaskan sesuatu di antara kita,sesuatu yg terasa smakin berubah
lalu kubiarkan semuanya berlalu…
Namun
aku meminta sang waktu menuntunmu..Seperti saat pertama aku melangkah disampingmu
aku memohon sang malam menjagamu..Seperti saat pertama aku menyerah disisimu..
Dan itu janjiku bila semuanya benar-benar berlalu…

” SeanDaiNya “

Wednesday, May 13th, 2009

seandainya ada yang lebih indah dari cintaku padamu
itu adalah cintamu padaku

seandainya sekejap bersamamu lahir berjuta makna rasa

seandainya ada yang lebih bermakna dari mimpiku, mungkin hanya bersamamu

seandainya ada yang lebih maniz dari luka yang kau torehkan, mungkin itu adalah uluran kasihmu

sendainya bukan hanya seandainya kau betul- betul ada disampingku…

“Air mata dalam kenangan…”

Saturday, May 2nd, 2009

Menjauhlah dariku…

Aku tak ingin bayanganmu masih disini..

dan aku juga tak ingin melihat ratapanmu itu…

bagiku, senyumanmu adalah luka di hatiku…

dan canda tawamu, adalah kebodohan di masa lalu..

dan semua janji kita hanya lah karangan indah yang semu..

kini..,

dimana hatimu..

dimana bukti bahwa dulu kita adalah satu..??

waktu itu

waktu itu begitu indah
begitu sulit untuk dilupa
waktu itu,kulihat cahaya putih dimatamu
dan waktu itu juga kau dan aku
selalu bersama
tapi,,,
sekarang telah sirna
telah musnah,hilang entah kemana?
kau berubah
tak seperti yang dulu lagi
berusaha mengejarmu
selalu berharap cintamu kembali
tapi semua itu sia-sia
tiada lagi cinta kudamba

PUISI BUAT KAU DAN AKU

RINDU MEMBEKU BAGAIKAN SALJU !!!

Puncak jaya, June 13th, 2009

Desir angin malam berhembus perlahan-lahan,
menusuk kalbu bertabur rindu,
Detak jantungku terasa kencang,
ketika wajahmu hadir di dalam anganku.

Sungguh kau adalah primadonaku,
Tak kan kulupakan hingga akhir hayatku.
Ku ingin kita tetap bersatu,
Walaupun jarak antara kita teramat jauh.

Detius yoman Puisi Rindu

Puncakjaya , May 31st, 2009

Kata Rindu

ku tulis puisi ini
menuju hatimu
ku tulis suara
yang berbicara dalam diriku
sebagai pantulan rindu

hanya dengan kata
ku dapat menjumpaimu
bebas dari ruang dan waktu
dan mungkin kedalaman rinduku
dapat tercurahkan

“Air mata dalam kenangan…”

Puncakjaya, May 2nd, 2009

Menjauhlah dariku…

Aku tak ingin bayanganmu masih disini..

dan aku juga tak ingin melihat ratapanmu itu…

bagiku, senyumanmu adalah luka di hatiku…

dan canda tawamu, adalah kebodohan di masa lalu..

dan semua janji kita hanya lah karangan indah yang semu..

kini..,

dimana hatimu..

dimana bukti bahwa dulu kita adalah satu..??

rindu….

Puncakjaya, April 13th, 2009

Kk sayang adk

Puncakjaya, March 15th, 2009

Ku kirim sebuah hati untuk temani harimu.
Sebab kau tak di sampingku,kau jauh dariku.
Walaupun begitu,ku tetap sayang adkq.
walau kau hanya seorang adk yg mungkin tak nyata bagiku,tapi kau belahan jiwaku.Adk kk rindu kamu.
Suatu saat kita pasti kan bertemu!
Yakinlah itu…

almost..

Puncakjaya, March 5th, 2009

melodi patah hati
tersesap cawan bersepuh karat
bukan,bukan kematian yang laknat
tapi jiwa kosong tak ada isi

kematian hanya jalan
saat cinta menuju keabadian

bukankah rindu tlah bercerita
berkeluh tentang rasa diantara kita
bahkan senyummu
tak mampu menghangatkan bibirku

kulupakan awan,berpeluk malam
kututup mata,kubuka jiwa
rapuh aku dalam luruh tak bertuan

PUISI BUAT KAU DAN AKU

Malam

demi malam,
legam langit tlah belenggu hatiku…
sngat pekat,
hingga teriakan lenyap…
ku tak tau dgn malam,
smakin hari smakin tenggelam,
teriris oleh cahya bulan…
ku hirup stengah nafas,
tuk menyatu dgn sunyi,
meratapi mlm yg smakin sepi…
berlari ku pergi,
tinggalkan tangisan peri,
yg tak kunjung melihat pagi…

tak berjudul

Tuesday, June 23rd, 2009

Walau tak terbalas

Tuesday, June 23rd, 2009

Aku suka senyumanmu,.
aku suka warna-warni pesonamu,, aku suka paras cantikmu yg menyejukan hatiku…

sinar mentarimu menerangi jalan hidupku
senyumanmu bagaikan lukisan indah penuh warna di hatiku,.
harus kuakui,..
harus kukatakan
aku mencintaimu
aku ingin milikimu,,,

DIA

Tuesday, June 23rd, 2009

Musim berganti..waktu berlalu
dengan cepat tanpa rencana
kepiluan yang menyayat kalbuku,perlahan menjauh dan hilang dari jiwa ku

Kehadiranmu dalam hidupku membawa sejuta kebahagiaan yg tak terbayangkan dalam benakKu sebelumnya

andai kau tahu

Demi sekuntum bunga baru mekar, ranum elok wangi lestari.
Aku punya cinta tinggal setitik dan tlah jatuh di kelopak itu.
Demi, pagi dan riuh sinarnya aku mau jadikan engkau bunga terindah dan
tercantik yg tumbuh di taman tempat tinggalku.
Andai saja kau tahu, bahwa yg setitik di kelopak itu adlh yg pling
tinggi derajatnya dan hanya itu sisa dari hidupku.

By yody pratama “Kisahku”

Tuesday, June 23rd, 2009

Ku rasa ini adalah cinta
saat mata saling memandang
ada rasa dihatiku yang bergetar
kulihat wajah cantik itu
dialah yang jadikan hati ini tak karuan
haripun berganti
hari kemarin telah berlalu
tapi kenapa dia tak lari sedikitpun dihati&pikiran ini..
Bila dia untukku
bisakah kutemukan dia hanya untukku?

SUARA YOMAN WENDA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.

2.Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.

3.Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

4.Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

5.Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6.Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Pasal 2
Pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebhinnekaan, kepastian hukum, nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara.

Pasal 3
Pengaturan pornografi bertujuan:
a.mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;

b.memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;

c.memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan
d.mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.

BAB II
LARANGAN DAN PEMBATASAN

Pasal 4
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat:

e.persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;

f.kekerasan seksual;

g.masturbasi atau onani;

h.ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau

i.alat kelamin.

(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:

a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;

b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;

c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.

Pasal 5
Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

Pasal 6
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.

Pasal 7
Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 8
Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Pasal 9
Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Pasal 10
Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

Pasal 11
Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau Pasal 10.

Pasal 12
Setiap orang dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi.

Pasal 13
(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendasarkan pada peraturan perundang-undangan.

(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus.

Pasal 14
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai:
a.seni dan budaya;
b.adat istiadat; dan
c.ritual tradisional.

Pasal 15
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan produk pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan pelayanan kesehatan dan pelaksanaan ketentuan Pasal 13 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III
PERLINDUNGAN ANAK

Pasal 16
Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi.

Pasal 17
1) Pemerintah, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, keluarga, dan/atau masyarakat berkewajiban memberikan pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi.

2) Ketentuan mengenai pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PENCEGAHAN

Bagian Kesatu
Peran Pemerintah

Pasal 18
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 19
Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah berwenang:
a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet;

b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi; dan

c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari dalam maupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 20
Untuk melakukan upaya pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah Daerah berwenang:

a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet di wilayahnya;

b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya;

c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; dan

d.mengembangkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi dalam rangka pencegahan pornografi di wilayahnya.

Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat

Pasal 21
Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 22
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat dilakukan dengan cara:

a.melaporkan pelanggaran Undang-Undang ini;

b.melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan;

c.melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pornografi; dan

d.melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak pornografi.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23
Masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a berhak mendapat perlindungan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB V
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Pasal 24
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap pelanggaran pornografi dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Pasal 25
Di samping alat bukti sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, termasuk juga alat bukti dalam perkara tindak pidana meliputi tetapi tidak terbatas pada:

a.barang yang memuat tulisan atau gambar dalam bentuk cetakan atau bukan cetakan, baik elektronik, optik, atau bentuk penyimpanan data lainnya; dan

b.data yang tersimpan dalam jaringan internet dan saluran komunikasi lainnya.

Pasal 26
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang membuka akses, memeriksa, dan membuat salinan data elektronik yang tersimpan dalam fail komputer, jaringan internet, media optik, serta bentuk penyimpanan data elektronik lainnya.

(2) Untuk kepentingan penyidikan, pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik berkewajiban menyerahkan dan/atau membuka data elektronik yang diminta penyidik.

(3) Pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik setelah menyerahkan dan/atau membuka data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhak menerima tanda terima penyerahan atau berita acara pembukaan data elektronik dari penyidik.

Pasal 27
Penyidik membuat berita acara tentang tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan mengirim turunan berita acara tersebut kepada pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan komunikasi di tempat data tersebut didapatkan.

Pasal 28
(1) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa dilampirkan dalam berkas perkara.

(2) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa dapat dimusnahkan atau dihapus.

(3) Penyidik, penuntut umum, dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan, baik isi maupun informasi data elektronik yang dimusnahkan atau dihapus.

BAB VI
PEMUSNAHAN

Pasal 29
(1) Pemusnahan dilakukan terhadap produk pornografi hasil perampasan.

(2) Pemusnahan produk pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum dengan membuat berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:
a.nama media cetak dan/atau media elektronik yang menyebarluaskan pornografi;
b.nama, jenis, dan jumlah barang yang dimusnahkan;
c.hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; dan
d.keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan.

BAB VII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 30
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebar-luaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 31
Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 32
Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 33
Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 34
Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 35
Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 36
Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 37
Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 38
Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai obyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37, ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.

Pasal 39
Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 40
(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

(2) Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang‑orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama‑sama.

(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain.

(5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi agar pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.

(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.

Pasal 41
Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat dikenakan pidana tambahan berupa:
a.pembekuan izin usaha;
b.pencabutan izin usaha;
c.perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan/atau
d.pencabutan status badan hukum.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 42
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setiap orang yang memiliki atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memusnahkan sendiri atau menyerahkan kepada pihak yang berwajib untuk dimusnahkan.

Pasal 43
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 44
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

PENJELASAN:

Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “persenggamaan yang menyimpang” antara lain persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat dan binatang, oral seks, anal seks, lesbian, homoseksual.

Huruf b
Yang dimaksud dengan ”kekerasan seksual” antara lain persenggamaan yang didahului dengan tindakan kekerasan (penganiayaan) atau mencabuli dengan paksaan, pemerkosaan.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “mengesankan ketelanjangan” adalah penampakan tubuh dengan menunjukkan ketelanjangan yang menggunakan penutup tubuh yang tembus pandang.

Pasal 5
Yang dimaksud dengan “mengunduh” adalah mengalihkan atau mengambil fail (file) dari sistem teknologi informasi dan komunikasi.

Pasal 6
Yang dimaksud dengan “yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan” misalnya lembaga yang diberi kewenangan menyensor film, lembaga yang mengawasi penyiaran, lembaga penegak hukum, lembaga pelayanan kesehatan atau terapi kesehatan seksual, dan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tersebut termasuk pula perpustakaan, laboratorium, dan sarana pendidikan lainnya.

Kegiatan memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan barang pornografi dalam ketentuan ini hanya dapat digunakan di tempat atau lokasi yang disediakan untuk tujuan lembaga dimaksud.

Pasal 10
Yang dimaksud dengan “mempertontonkan diri” adalah perbuatan yang dilakukan atas inisiatif dirinya atau inisiatif orang lain dengan kemauan dan persetujuan dirinya. Yang dimaksud dengan “pornografi lainnya” antara lain kekerasan seksual, masturbasi atau onani.

Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pembuatan” termasuk memproduksi, membuat, memperbanyak, atau menggandakan.

Yang dimaksud dengan “penyebarluasan” termasuk menyebarluaskan, menyiarkan, mengunduh, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, meminjamkan, atau menyediakan.

Yang dimaksud dengan “penggunaan” termasuk memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki atau menyimpan.

Frasa “selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)” dalam ketentuan ini misalnya majalah yang memuat model berpakaian bikini, baju renang, pakaian olahraga pantai, yang digunakan sesuai dengan konteksnya.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “di tempat dan dengan cara khusus” misalnya penempatan yang tidak dapat dijangkau oleh anak-anak atau pengemasan yang tidak menampilkan atau menggambarkan pornografi.

Pasal 14
Yang dimaksud dengan “materi seksualitas” adalah materi yang tidak mengandung unsur yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau tidak melanggar kesusilaan dalam masyarakat, misalnya patung telanjang yang menggambarkan lingga dan yoni.

Pasal 16
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah sedini mungkin pengaruh pornografi terhadap anak dan ketentuan ini menegaskan kembali terkait dengan perlindungan terhadap anak yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.

Pasal 19
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pemblokiran pornografi melalui internet” adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi.

Pasal 20
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pemblokiran pornografi melalui internet” adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi.

Selasa, 19 Mei 2009

OTSUS SIAPA YANG MENGAKHIRI

Oleh: DETIUS YOMAN

Menjelang akhir tahun, mulai banyak acara yang digelar berthemakan (lagi-lagi) Otsus: implementasi, evaluasi dan sejenisnya. Mulai dari kalangan LSM, pemerintah termasuk pihak Universitas Cenderawasih yang sudah sejak awal bertindak sebagai Tim Asistensi Otsus. Pembahasan kadang dilakukan di Papua tetapi ada yang dilakukan di luar Papua. Pembahasan yang dilakukan di luar Papua tentu menunjukkan fenomena tersendiri, apakah pertanda bahwa OTSUS mulai banyak diminati dan mendapat tempat di luar Papua? Apakah karena sudah ada rasa jenuh di tingkat masyarakat dan pemerintah bicara Otsus di dalam negeri (Papua)? Ataukah tidak juga ada yang istimewa karena hanya merupakan proyek semata.

Pembahasan tak jarang menghadirkan para pakar Otonomi daerah baik dari dalam maupun luar negeri. Konsep-konsep ilmiah yang dibandingkan dan ditawarkan selalu terkesan brilian. Kendati begitu, jika sampai pada persoalan implementasi, topik dan bahasannya pun selalu sama saja. Demikian juga pembicara dan pesertanya, membicarakan hal yang sama dari waktu ke waktu, soal kewenangan dan uang.

Di Jayapura sendiri, muncul beberapa reaksi tentang Otsus, yang intinya menyatakan bahwa Otsus perlu direvisi kembali. Aneh juga memang, karena sebagian dari mereka justru orang yang pada prakteknya adalah bagian dari Tim Asisitensi Otsus, tapi di sisi lain membantu praktek-praktek yang inkonsisten terhadap Otsus, seperti men-support semangat pemekaran provinsi di luar Otsus.

Pada pertemuan yang digelar oleh Universitas Cenderawasih, 18 dan 19 November 2008, saat itu muncul statement yang disampaikan oleh Gubernur Papua, bahwa Otsus ‘Kacau Balau’. Menurutnya karena, “belum ada pemahaman dan persepsi yang baik tentang Otsus di semua tingkatan, mulai dari pusat hingga ke kampung-kampung”. (Lagi-lagi) aneh memang, mengingat bahwa uang yang dihabiskan oleh pemerintah dan nonpemerintah, terutama pihak LSM sangat banyak untuk mendiskusikan dan merumuskan pemahaman dan persepsi tentang Otsus.

Langkah yang coba diambil Bas Suebu adalah, “ke depan akan segera restrukturisasi birokrasi dan efisiensi anggaran belanja serta lebih memperkaya pelayanan kepada masyarakat. Tanpa pemerintahan yang baik, jangan harap rakyat bisa hidup baik pula”.

Pernyataan ini patut dicurigai. Pertama, berbagai macam argumentasi yang selalu disampaikan oleh Bas Suebu, mulai dari kebocoran Otsus di tingkat birokasi, dana Otsus yang tidak dapat dipertanggungjawabkan pada pemerintahan JP. Salossa hingga Otsus Kacau balau, seolah-olah menempatkan beliau pada posisi sebagai pengamat atau akademisi, dan bukan sebagai salah satu tokoh kunci yang dapat memaksimalkan pelaksanaan Otsus. Padahal satu Perdasus saja, yakni Perdasus No. 1 tahun 2007 tentang Pembagian Keuangan Otsus, yang sudah disahkan dan atas kewenangannya seharusnya dilaksanakan, namun pada nyatanya, aturan tersebut cuma aturan di atas kertas.

Kedua, apakah benar seorang gubernur tak mampu melawan pusat dalam memperjuangkan implementasi Otsus yang sesuai dengan kehendak rakyatnya? Misalnya berkaitan dengan kewenangan di bidang kehutanan atau ketika terjadi pengalihan dana Otsus yang dilakukan secara sepihak oleh Jakarta (Depdagri). Konon, kejadian ini praktek lama semasa JP. Salossa.

Konsistensi Bas Suebu soal uang patut juga diuji, terutama sejak Pemda Papua melakukan praktek yang sama. Tanpa dasar hukum, melalui Karo Keuangan mengalihkan dana Otsus 2008 sebanyak Rp. 2 triliun, dari Bank Papua ke Bank Mandiri (Cepos, 25 November 2008).

Ketiga, berkaitan dengan soal kurangnya pemahaman dan persepsi dari aparat pemerintah lokal di bawah gubernur. Toh kita tidak pernah juga melihat langkah konkrit yang dilakukan oleh pemerintah lokal untuk membantu menata sistem birokrasi dan pemerintahan yang memberikan pelayanan publik yang maksimal buat rakyat Papua. Berbagai kebutuhan menjadi mahal dan sulit dijangkau, mau bertemu pejabat menjadi susah dan berbelit-belit, sebab kroni-kroni di lingkaran kekuasaan makin kuat. Belum lagi konflik internal di antara pemerintah lokal.

Lantas bagaimana dengan Jakarta yang seharusnya turut bertanggungjawab dalam mengimplementasikan Otsus? Seorang teman mengatakan, “Jakarta tidak serius tangani Papua melalui Otsus, Jakarta juga tidak akan mau dengar pendapat Papua soal Otsus. Jadi kalau orang Papua mau didengar, stop bicara Otsus, kembali bicara merdeka, hanya bicara merdeka, itu baru Jakarta mau dengar”, lanjutnya.

Mungkin saja dia betul, karena kenyataannya semua perbincangan soal Otsus hanya mengalir seperti catatan intelectual exercise, memenuhi file rak, lemari dan laptop dengan berbagai diktat dan pendapat, menjadi pembicaraan di forum-forum ilmiah, tetapi tidak pernah sampai pada keputusan dan sikap politik. Penuturannya mungkin tak beda jauh dengan apa yang pernah disampaikan oleh Sekjend PDP, Thaha Moh Alhamid, “ibarat kita minta kopi, Jakarta kasih the. Kita jangan mau berdebat soal teh, mari kita terus bicara soal kopi, nanti diskusinya soal kopi, bukan teh".

Keyakinan rakyat Papua menipis terhadap nasib berbagai dokumen-dokumen luar biasa yang dihasilkan dari berbagai forum itu akan mampu mendorong munculnya keputusan penting yang sesuai dengan harapan mereka. Mungkin beberapa di antaranya sampai juga ke ‘telinga’ Mendagri, Menko Polhukam, BIN, Wapres dan Presiden, namun toh tidak mampu merumuskan kebijakan baru serta sekaligus mengubah sikap dan pandangan politik Jakarta tentang Otsus dan yang jauh lebih penting adalah tentang kemauan rakyat Papua.

Di sisi lain, muncul juga kecurigaan, terhadap para pihak dan pakar yang sangat sering membahas Otsus, “kita tidak perlu pakar untuk menjelaskan bagaimana caranya membuat Otsus efektif dan berdaya guna buat rakyat. Cukup pergi di jalan, di kampung-kampung, lihat dan tanya pada masyarakat, apakah pemerintah memberikan apa yang mereka mau? Lantas kita butuh komitmen dan konsistensi dari pemerintah lokal dan juga (terutama) Jakarta. Itu saja”.

Yang kita khawatirkan adalah ketika perhatian terhadap praktek kegagalan Otsus telah berpindah dari ruang penderitaan rakyat, yang sesungguhnya menjadi ruang diskusi akademisi serta ruang kampanye para politisi. Otsus seperti hilang dari tataran nyata, dan berubah menjadi mimpi kembali. Rakyat bisa dibuat lupa kalau sedang menjalani apa yang namanya Otsus, karena jadinya rakyat seperti baru diajak kembali mendiskusikan dan merumuskan Otsus yang ideal.

Fenomena ini tentu saja berbahaya, karena dapat melemahkan motivasi untuk memaksa sikap politik yang jelas dari pemerintah lokal: eksekutif, legislatif dan MRP. Apalagi sudah lama ‘gertakan’ mereka selalu dianggap sepi oleh Jakarta. Serta di sisi lain akan menjustifikasi gerakan-gerakan massa yang bersuara beragam soal implementasi, evaluasi, revisi bahkan mengembalikan Otsus melalui berbagai arena demonstrasi, pendapat di hadapan publik dan media sebagai sesuatu yang ‘liar dan separatis’.

Sesungguhnya, kajian dan refleksi tentang perjalanan Otsus memang pantas untuk dilakukan dan semoga meluasnya ide dan gagasan tentang Otsus yang dilakukan di dalam dan luar Papua bisa terus mendekatkan diri dengan kebutuhan rakyat Papua dan juga mendukung praktek-praktek desentralisasi yang bertanggungjawab dan manusiawi.

Sampai April 2009, Kasus HIV-AIDS Mencapai 382

Sampai April 2009, Kasus HIV-AIDS Mencapai 382

WAMENA - Bupati Jayawijaya, Wempi Wetipo, S.sos, M.Par mengatakan, masalah HIV/AIDS telah menjadi masalah yang sangat serius di Kabupaten Jayawijaya, dimana sampai April 2009 jumlah kasusnya mencapai 382 kasus, bahkan Jayawijaya menduduki peringkat tertinggi dalam peningkatan jumlah kasus dari tahun ke tahun.

Hal itu seperti diungkapkan bupati dalam sambutannya yang dibacakan Asisten II Setda Jayawijaya, Gad Tabuni dalam acara Pembukaan Peringatan AIDS Candlelight Memorial ke-26 di Gedung Sosial Katolik Wamena, Senin (18/5).

Dikatakan, setiap hari Minggu ketiga bulan Mei selalu diperingati sebagai AIDS Candlelight Memorial. Even ini, jelas Bupati Wempi, awalnya ditujukan untuk memperingati korban-korban yang telah jatuh akibat HIV-AIDS namun dalam perkembangannya kedepan AIDS Candlelight Memorial berkembang menjadi tidak hanya sekedar peringatan dan renungan belaka, melainkan telah menjadi media advokasi yang sangat baik dalam penyebarluasan informasi mengenai HIV-AIDS.

Menurutnya, AIDS Candlelight Memorial tahun ini adalah yang ke-26 kali diselenggarakan di seluruh dunia, dengan demikian sebagai lembaga atau instansi yang bergerak dalam program HIV-AIDS haruslah memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada masyarakat karena dengan informasi bisa dicegah penyebaran HIV-AIDS yang semakin luas di Jayawijaya agar dapat memutus mata rantai penularannya.

Lebih lanjut diungkapkan, beberapa kegiatan yang dilakukan menyambut AIDS Candlelight memorial adalah mengadakan festifal band, lomba poster dan pameran foto.
Lewat acara tersebut kreatifitas anak-anak muda Wamena ditantang sekaligus juga dengan kepedulian mereka terhadap HIV-AIDS.

“Jika anak-anak muda sudah terinfeksi, tidak bisa menjaga pergaulan dan tidak bisa memahami dengan baik informasi tentang HIV-AIDS maka sia-sialah pembangunan karena SDM-nya menjadi lemah bahkan bisa-bisa menjadi habis karena kurangnya pengetahuan,” ujarnya.

Sekadar diketahui, pada kegiatan tersebut, seorang ODHA juga menyampaikan kesaksiannya tentang awalnya dia terinfeksi virus HIV dan apa saja yang terjadi dengan dirinya setelah terkena virus tersebut, dengan maksud untuk memberikan pengetahuan kepada anak-anak muda khususnya tentang bahaya HIV-AIDS yang belum ada obatnya tersebut



















MOMENTUM MEMPERTEGUKAN KOMITMEN RAKYAT PAPUA

MERAUKE- Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen A.Y Nasution menegaskan, peringatan HUT ke-46 Kodam XVII/Cenderawasih sebagai momentum untuk memperteguh komitmen pengabdian TNI sebagai ksatria pelindung rakyat dalam melaksanakan tugas-tugas di seluruh wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat
Hal itu ditegaskan Pangdam dalam amanatnya dibacakan Danrem 174/ATW Kolonel CZI Suratmo, pada peringatan ke-46 HUT Kodam XVII/Cenderawasih, berlangsung di lapangan Makodim 1707 Merauke, Senin (18/5).

Menurut Pangdam, perjalanan sejarah pengabdian Kodam XVII/Cenderawasih sesungguhnya tidak dapat dilepas dari fakta sejarah kembalinya Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi pada 1 Mei 1963. Tugas-tugas Pemerintahan UNTEA kepada pihak Pemerintah Republik Indonesia .
Peristiwa historis dikibarkannya bendera kebanggsaan sang Merah Putih untuk pertama kalinya pada 46 tahun lalu di Tanah Papua telah menjadi saksi sejarah atas utuhnya kedaulatan negara dan bangsa Indonesia serta merupakan bagian awal langkah pengabdian Kodam XVII/Irian Barat saat itu ditandai dengan pelantikan Panglima Kodam XVII/Irian Barat yang pertama kalinya pada 17 Mei 1963.

Disebutkan, peran Kodam sejak awal pembentukannya di Tanah Papua tidak dilakukan untuk kepentingan bidang pertahanan semata, namun terkait dengan berbagai bidang kepentingan masyarakat utamanya dalam membangun rasa aman sekaligus ikut meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Sebagai Pimpinan Kodam XVII/Cenderawasih, lanjut Pangdam mengaku menyadari dan menerima bahwa sanya di dalam benak dan pikiran sekelompok masyarakat masih terjadi kritik bahkan tudingan negatif terhadap tugas, peran dan fungsi hingga keberadaan Kodam XVII/Cenderawasih di Tanah Papua
”Semua itu merupakan bagian dari introspeksi dan evaluasi organisasi yang harus diatensi dengan seksama, cepat dan tepat oleh para jajaran Kodam XVII/Cenderawasih karena dengan kondisi yang dinamis telah terjadi timbal balik yang ditindaklanjuti dengan sikap perubahan dan wujud langkah-langkah perbaikan di lapangan,” katanya.

HUT Kodam tersebut dihadiri pula Bupati Merauke Drs Johanes Gluba Gebze, Wabup Drs Waryoto, M.Si, Sekda Umar Ary Karim, S.Sos, MM, Lantamal XI, Muspida dan undangan lainnya.

Sementara di Wamena, upacara peringatan HUT Kodam XVII Cenderawasih Ke-46 dilaksanakan di Makodim 1702/JWY, Senin (18/5). Dimana Dandim 1702/JWY, Letkol Inf. Grandy Mangiwa tampil selaku inspektur upacara. Dalam kesempatan tersebut, Dandim juga membacakan amanat Pangdam, sebagaimana peringatan di Merauke.

Untuk diketahui, dalam rangka memperingati HUT Kodam XVII Cenderawasih ke-46, Kodim 1702/JWY menggelar beberapa kegiatan yaitu kegiatan pertandingan dan lomba kemudian kegiatan sosial seperti karya bhakti, pengobatan massal, anjangsana dan ziarah ke TMP

DAP Tetap Gelar Pertemuan

DAP Tetap Gelar Pertemuan

JAYAPURA (PAPOS)- Meskipun Polda Papua tidak memberikan ijin untuk Dewan Adat Papua (DAP) melakukan pertemuan, namun DAP tetap menggelar pertemuan, Sabtu (7/3) dengan agenda membicarakan pengelolaan hutan berbasis masyarakat adat dan acara pleno internal para pemimpin adat seluruh Papua Sekretaris Dewan Adat Papua Sayid Fadhel Al Hamid kepada Papua Pos mengatakan agen pertemuaan dewan adat adalah menyangkut pengelolahan hutan berbasis masyarakat adat dan acara pleno internal para pemimpin adapt.

“Kita ingat betul sejarah bagaimana Kopermas dulu dipakai sebagai pintu masuk bagi pengusaha-pengusaha besar untuk kemudian masuk dan merekrut, menghancurkan hutan masyarakat. Namun kali ini dewan adat tidak mau kejadian itu terjadi, sehingga ewan adapt minta Perdasus betul-betul diterapkan,” katanya.

Dengan demikian, kata Fedhel masyarakat harus dipersiapkan secara baik, menyangkut masalah teknis bagaimana keterampilan mengelola hasil hutan, namun mereka juga perlu tahu sejarah social. Sebab kalau kawasan itu dibuka akan masuk sejumlah orang dengan berbagai teknologi dan berbagai macam ekpansi ekonomi. “ Untuk itu bagaimana masyarakat bisa menyiapkan diri sehingga mereka tidak jadi korban dari perubahan-perubahan yang ada,” ujarnya saat ditemui wartawan di aula STIE Kotaraja Dalam, Sabtu (7/3) lalu.

Lebih jauh dikatakan, pada pertemuan itu, Dewan Adat Papua juga menyiapkan rekomendasi kepada pemerintah daerah, tentang apa-apa saja yang harus dilakukan masyarakat dan apa yang dilakukan pemerintah dalam kerangka untuk menyiapkan masyarakat, termasuk bagaimana mekanisme sehingga masyarakat dilibatkan secara partisipatif dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan.

Namun dari satu sisi Dewan Adat berpikir, bagaimana pemerintah, kemudian pengusaha dan pemerintah daerah yang didalamnya ada legislative dan MRP, kalau Perdasus ini diterapkan, bagaimana peraturan pemerintah tentang hutan adapt? apakah peraturan pemerintah, diabaikan saja karena Papua ada otonomi khusus.

“Kalau kami berpikir seperti itu, karena sudah otonomi khusus jadi peraturan pemerintah ini diterapkan di daerah lain di sini tidak, nah selanjutnya dalam Perdasus ini yang harus dilihat lagi, bahwa hasil yang diberikan kepada pemerintah harus dibagi lagi, pertama porsi yang terbesar itu adalah kepada kampung penghasil, kemudian kepada distrik dan kemudian kepada kabupaten penghasil, jadi ini proporsinya dibalik bahwa hasil yang paling besar harus diterima oleh kampung penghasil,” tegasnya.

Kerena menurut dia masalah pengelolan hutan rakyat di Papua harus ada paradikma baru yang cukup baik kalau kemudian ini diterapkan secara sungguh-sungguh namun ini masih butuh pengaturan secara tehnis di dalam Peraturan Gubernur berkaitan dengan soal-soal tersebut, tambahnya.(CR 47

Ketua DAP Penuhi Panggilan Polisi

Ketua DAP Penuhi Panggilan Polisi

MANOKWARI- Ketua DAP wilayah Kepala Burung, Barnabas Mandacan dan Ketua KNPP John Warijo yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan makar dalam aksi 1 Desember, Rabu (11/3) memenuhi panggilan polisi untuk memberikan keterangan. Selama pemeriksaan, kedua tersangka didampingi kuasa hukumnya Yan Christian Warinussy.

Dari pantauan Manokwari Pos (grup Cenderawasih Pos) di Mapolres, Rabu (11/3), Barnabas Mandacan datang lebih awal atau sekitar pukul 11.15 WIT bersama dengan kuasa hukumnya. Sedangkan Ketua KNPP John Warijo tiba sekitar pukul 12.00 WIT dengan menggunakan mobil Innova berwarna silver.

Ketua DAP bersama kuasa hukumnya langsung menuju ruangan pemeriksaan, namun pemeriksaan sempat tertunda karena penyidik masih sementara pertemuan.

Sekadar diketahui, Barnabas Mandacan dan John Warijo dipanggil pertama oleh penyidik Polres 23 Februari lalu. Namun pada saat itu kuasa hukumnya meminta agar pemeriksaan ditunda karena kedua kliennya sedang berada di luar Manokwari.

Sehingga polisi mengeluarkan surat panggilan kedua yang memanggil kedua tersangka untuk diperiksa Sabtu (7/3). Saat itu juga kedua tersangka tidak hadir karena kuasa hukumnya masih berada di luar Manokwari.

Yan Christian Warinussy SH selaku kuasa hukum kedua tersangka mengatakan pemeriksaan kedua kliennya telah selesai. Untuk Ketua DAP diperiksa oleh penyidik pembantu Aipda Yuli Subagiyo, SH dengan 42 pertanyaan dan pemeriksaan berakhir pukul 16.00 WIT. Sedangkan Ketua KNPP John Warijo diperiksa hingga pukul 14.00 WIT dengan 41 pertanyaan.

Lanjut Warinussy terkait kasus ini, Polres Manokwari telah mengeluarkan surat perintah peralihan status kedua kliennya dan surat ketetapan 11 Maret sebagai tersangka dengan dasar keterangan saksi ahli dari Makassar.(sr)

Dewan Adat Wilayah Baliem Lapago Mengutuk Keras

Dewan Adat Wilayah Baliem Lapago Mengutuk Keras

Ketua Dewan Adat Wilayah Baliem Lapago Lemok Mabel

WAMENA (PAPOS)- Setelah pimpinan 14 denominasi Gereja yang tergabung dalam Persekutuan Gereja-Gereja Jayawijaya (PGGJ) yang mengutuk keras atas terjadinya pembunuhan terhadap 4 warga sipil yang dilakukan oleh orang tidak bertanggungjawab, kali ini Dewan Adat Wilayah Baliem Lapago menyatakan hal yang sama, mengutuk keras insiden yang dinilai tidak manusiawi itu.

Ketua Dewan Adat Wilayah Baliem Lapago Lemok Mabel mengatakan, atas kejadian itu Dewan Adat wilayah Baliem Jayawijaya meminta kepada pihak yang berwajib dalam hal ini Kepolisian, untuk mengungkap dan menangkap dalang dibalik peristiwa tersebut.

“Kami mengutuk keras insiden yang menewaskan empat warga sipil itu, Dewan adat juga meminta kepada Kepolisian untuk menangkap pelakunya dan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, terutama dalang dari peristiwa itu,” tegas Lemok didampingi sekretarisnya Dominikus Surabut kepada wartawan di Wamena, Rabu (15/4) kemarin.

Menurutnya peristiwa pembunuhan yang menewaskan 4 warga sipil oleh orang tidak bertanggungjawab itu, harus disikapi Kepolisian dengan melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap para pelaku dan diusut hingga tuntas.

Dirinya pun mengharapkan, aparat dan seluruh elemen masyarakat di kabupaten Jayawijaya bersama-sama menjaga keamanan dan senantiasa waspada terhadap issu yang berkembang belakangan ini. “Jangan mudah percaya dengan issu menyesatkan yang dengan sengaja dihembuskan oleh orang tidak bertanggungjawab, yang menginginkan daerah ini tidak aman,” ujarnya.

Dewan Adat juga menghimbau kepada Gubernur, DPRP, MRP, Pangdam, Kapolda, Gereja, LSM dan komponen masyarakat Papua segera menyikapi persoalan ini secara serius dengan tindakan persuasif, selain itu kepada para petinggi di Papua agar persoalan ini diselesaikan secara arif dan bijaksana serta tidak melakukan penambahan pasukan karena bisa memperkeruh situasi.

“Intinya maysarakat Papua dan non Papua jangan mudah terprovokasi terhadap pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, karena bisa menimbulkan konflik horisontal dan vertikal,” pintanya

Bahasa Daerah Papua Terancam Punah


Bahasa Daerah Papua Terancam Punah

JAYAPURA-Minimnya perhatian pemerintah daerah dalam menjaga dan melestarikan bahasa daerah di Papua mengancam punahnya keberadaan bahasa tersebut. Kondisi ini semakin diperparah dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dari Balai Bahasa Jayapura, yang menyebutkan mulai ada keengganan dari sebagian masyarakat adat untuk menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa komunikasi.

Kepala Balai Bahasa Jayapura Drs. Supriyanto Widodo, M.Hum, mengatakan, untuk menyikapi hal ini dan mengangkat kembali bahasa daerah sebagai bahasa komunikasi masyarakat adat, diperlukan perhatian pemerintah daerah dan masyarakat sebagai penuturnya.

“Yang terjadi selama ini kurang ada kepedulian dari Pemda untuk melestarikan kekayaan bahaya daerah yang dimilikinya. Seperti halnya di Biak terdapat beberapa bahasa daerah biak namun sekarang ini hampir tidak terdengar lagi masyarakat setempat menggunakan bahasa daerah untuk percakapan antar masyarakat sendiri,” ujarnya saat ditemui Cenderawasih Pos di ruang kerjanya, Jumat (17/4).

Dikatakan, dalam UU Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001, dimana salah satu pasalnya mengamanatkan kepada pemerintah daerah berkewajiban memelihara dan melestarikan bahasa daerah demi jati diri daerah. “Sayangnya, amanat UU Otsus itu belum diimplementasikan oleh masing-masing pemda,” ungkapnya dengan nada prihatin.

Selain kurang mendapat perhatian dari pemda, Supriyanto juga menyesalkan adanya sebagian masyarakat pemilik bahasa daerah yang mulai memiliki pandangan negatif terhadap bahasanya sendiri. “Berkomunikasi dengan bahasa daerahnya sendiri bukan lagi dianggap sebagai kebanggaan, justru yang ada hanya perasaan gengsi,”tambahnya.

Padahal, bahasa daerah menurutnya, merupakan unsur kekayaan budaya bangsa, sekaligus sebagai benteng pertahanan dan keberagaman budaya bangsa. Tanpa adanya bahasa daerah, maka bangsa ini tidak memiliki kekayaan budaya.

Karena itu, untuk melestarikan bahasa daerah, Supriyanto menyarankan agar setiap keluarga atau masyarakat setempat harus menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. (DETY)

~ oleh smppgri1kdr di/pada Desember 24, 2007.

Seperti telah kita ketahui bahwa Indonesia terdiri dari berbagai jenis suku dengan aneka adat istiadat yang berbeda satu sama lain.Suku-suku tersebut ada yang tinggal di pesisir pantai, perkotaan bahkan dipedalaman. Salah satu diantaranya Suku Asmat.

Suku Asmat berada di antara Suku Mappi, Yohukimo dan Jayawijaya di antara berbagai macam suku lainnya yang ada di Pulau Papua. Sebagaimana suku lainnya yang berada di wilayah ini, Suku Asmat ada yang tinggal di daerah pesisir pantai dengan jarak tempuh dari 100 km hingga 300 km, bahkan Suku Asmat yang berada di daerah pedalaman, dikelilingi oleh hutan heterogen yang berisi tanaman rotan, kayu (gaharu) dan umbi-umbian dengan waktu tempuh selama 1 hari 2 malam untuk mencapai daerah pemukiman satu dengan yang lainnya. Sedangkan jarak antara perkampungan dengan kecamatan sekitar 70 km. Dengan kondisi geografis demikian, maka berjalan kaki merupakan satu-satunya cara untuk mencapai daerah perkampungan satu dengan lainnya.

Secara umum, kondisi fisik anggota masyarakat Suku Asmat, berperawakan tegap, hidung mancung dengan warna kulit dan rambut hitam serta kelopak matanya bulat. Disamping itu, Suku Asmat termasuk ke dalam suku Polonesia, yang juga terdapat di New Zealand, Papua Nugini.

Sebelum ditampilkan sebagai artikel dalam jurnal, laporan penelitian harus disusun kembali agar memenuhi tata tampilan karangan sebagaimana yang dianjurkan oleh dewan penyunting jurnal yang bersangkutan dan tidak melampaui batas panjang karangan. Jadi, artikel hasil penelitian bukan sekadar bentuk ringkas atau “pengkerdilan” dari laporan teknis, tetapi merupakan hasil kerja penulisan baru, yang dipersiapkan dan dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap menampilkan secara lengkap semua aspek penting penelitian, tetapi dalam format artikel yang jauh lebih kompak dan ringkas daripada laporan teknis aslinya.

1. Ciri Pokok

Laporan dalam bentuk artikel ilmiah dibedakan dengan laporan teknis dalam tiga segi, yaitu bahan, sistematika, dan prosedur penulisan. Ciri pokok pertama yang membedakan artikel hasil penelitian dengan laporan penelitian teknis resmi adalah bahan yang ditulis. Artikel hasil penelitian untuk jurnal hanya berisi hal-hal yang sangat penting saja. Bagian yang dianggap paling untuk disajikan dalam artikel hasil tian adalah temuan penelitian, pembahasan hasil/temuan, dan kesimpulannya. Hal-hal selain ketiga hal tersebut cukup disajikan dalam bentuknya yang serba singkat dan seperlunya. Kajian pustaka lazin disajikan untuk mengawali artikel dan sekaligus merupakan suatu pembahasan tentang rasional pentingnya masalah yang diteliti. Bagian awal ini berfungsi sebagai latar belakang penelitian.

Ciri pokok kedua yang membedakan artikel hasil penelitian dengan laporan penelitian teknis resmi adalah sistematika penulisan yang digunakan. Laporan penelitian terdiri atas bab dan subbab, sedangkan artikel dan makalah terdiri atas bagian dan subbagian yang dapat diberi judul dan dapat pula tidak. Dalam laporan penelitian teknis resmi, kajian pustaka lazimnya disajikan di bagian kedua (Bab II), yakni setelah bagian yang membahas masalah, pentingnya penelitian, hipotesis (jika ada), dan tujuan penelitian. Dalam bagian artikel hasil penelitian, kajian pustaka merupakan bagian awal dari artikel (tanpa judul subbagian kajian pustaka) yang berfungsi sebagai bagian penting dari latar belakang. Kajian pustaka yang sekaligus berfungsi sebagai pembahasan latar belakang masalah penelitian ditutup dengan rumusan tujuan penelitian. Setelah itu, berturut-turut disajikan hal-hal yang berkaitan dengan prosedur penelitian, hasil dan temuan penelitian, pembahasan hasil, kesimpulan, dan saran.

Ciri pokok ketiga adalah prosedur penulisan artikel hasil penelitian. Ada tiga kemungkinan prosedur penulisan artikel hasil penelitian. Pertama, artikel hasil penelitian ditulis sebelum laporan penelitian teknis resmi secara lengkap dibuat. Tujuannya untuk menjaring masukan-masukan dari pembaca sebelum peneliti menyelesaikan tulisan lengkapnya dalam bentuk laporan penelitian teknis resmi. Masukan itu diharapkan meningkatkan kualitas hasil temuan penelitiannya. Kedua, artikel hasil untuk jurnal ditulis setelah laporan teknis resmi selesai disusun. Prosedur kedua ini berlaku karena pada umumnya menulis laporan penelitian teknis resmi merupakan kewajiban, sedangkan penulisan artikelnya hanya bersifat anjuran. Ketiga, artikel penelitian yang diterbitkan di jurnal merupakan satu-satunya tulisan yang dibuat oleh peneliti. Alternatif ketiga ini lazim dilakukan oleh peneliti yang mendanai penelitiannya sendiri. Bagi penelitian swadana, artikel hasil penelitian dalam jurnal merupakan forum komunikasi yang paling efektif dan efisien.

2. Isi dan Sistematika

Penulisan artikel menggunakan sistematika tanpa angka ataupun abjad. Berikut ini disajikan uraian tentang isi artikel hasil penelitian secara umum yang berlaku untuk hasil penelitian, baik penelitian kualitatif maupun kuantitatif.

a. Judul

Judul artikel hasil penelitian diharapkan dapat dengan cepat memberikan gambaran mengenai penelitian yang telah dilakukan. Karena itu, judul artikel hendaknya informatif, lengkap, tidak terlalu panjang/pendek, antara 5 – 15 kata. Judul artikel memuat variabel-variabel yang diteliti atau kata kunci yang menggambarkan masalah yang diteliti. Variabel-variabel penelitian dan hubungan antarvariabel serta informasi lain yang dianggap penting hendaknya terlihat dalam judul artikel.

b. Nama Penulis

Untuk menghindari bias terhadap senioritas dan wibawa atau inferioritas penulis, nama penulis artikel tanpa disertai gelar akademik atau gelar profesional yang lain. Jika dikehendaki gelar kebangsawanan atau keagamaan boleh disertakan. Nama lembaga tempat penulis bekerja ditulis sebagai catatan kaki di halaman pertama. Jika penulis lebih dari 2 orang, hanya nama penulis utama saja yang dicantumkan di bawah judul disertai tambahan dkk. (dan kawan-kawan). Nama penulis lain ditulis dalam catatan kaki atau di dalam catatan akhir jika tempat pada catatan kaki tidak mencukupi.

c. Sponsor

Nama sponsor penelitian ditulis sebagai catatan kaki pada halaman pertama, diletakkan di atas nama lembaga asal peneliti.

d. Abstrak dan Kata Kunci

Abstrak berisi pernyataan ringkas dan padat tentang ide-ide yang paling penting. Dalam artikel hasil penelitian abstrak secara ringkas memuat uraian mengenai masalah dan tujuan penelitian, metode yang digunakan, prosedur penelitian (untuk penelitian kualitatif termasuk diskripsi tentang subjek yang diteliti), dan hasil penelitian (bila dianggap perlu, juga kesimpulan dan implikasi). Tekanan utama diberikan kepada hasil penelitian. Hal-hal lain seperti hipotesis, pembahasan, dan saran tidak disajikan. Panjang abstrak 50 – 75 kata dan ditulis dalam satu paragraf. Abstrak diketik dengan spasi tunggal dengan menggunakan format yang lebih sempit dari teks utama (margin kanan dan kiri menjorok masuk 1,2 cm).

Kata kunci adalah kata pokok yang menggambarkan daerah masalah yang diteliti (ranah masalah yang diteliti) atau istilah-istilah yang merupakan dasar pemikiran gagasan dalam karangan asli, berupa kata tunggal atau gabungan kata. Masalah yang diteliti ini sering tercermin dalam variabel-variabel penelitian dan hubungan antara variabel-variabel tersebut. Walaupun demikian, tidak ada keharusan kata-kata kunci diambil dari veriabel-variabel penelitian atau dari kata-kata yang tercantum di dalam judul artikel. Jumlah kata kunci antara 3 – 5 buah. Kata kunci diperlukan untuk komputerisasi sistem informasi ilmiah. Dengan kata kunci dapat ditemukan judul-judul penelitian beserta abstraknya dengan mudah.

e. Pendahuluan

Pendahuluan tidak diberi judul, ditulis langsung setelah abstrak dan kata kunci. Bagian ini menyajikan kajian pustaka yang berisi paling sedikit tiga gagasan: (1) latar belakang atau rasional penelitian, (2) masalah dan wawasan rencana pemecahan masalah, (3) rumusan tujuan penelitian (dan harapan tentang manfaat hasil penelitian).

Bagian kajian pustaka harus disertai rujukan yang bisa dijamin otoritas penulisnya. Jumlah rujukan harus proporsional. Pembahasan kepustakaan harus disajikan secara ringkas, padat, dan langsung mengenai masalah yang diteliti. Aspek yang dibahas dapat mencakup landasan teorinya, segi historisnya, atau segi lainnya. Penyajian latar belakang atau rasional penelitian hendaknya sedemikian rupa sehingga mengarahkan pembaca ke rumusan masalah penelitian yang dilengkapi dengan rencana pemecahan masalah dan akhirnya ke rumusan tujuan. Untuk penelitian kualitatif di bagian ini dijelaskan juga fokus penelitian dan uraian konsep yang berkaitan dengan fokus penelitian.

Banyak jurnal tidak mencantumkan subjudul untuk pendahuluan. Bagian ini terutama berisi paparan tentang permasalahan penelitian, wawasan, dan rencana penulis dalam kaitannya dengan upaya pemecahan masalah, tujuan penelitian, dan rangkluman kajian teoritik yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Kadang-kadang juga dimuat harapan akan hasil dan manfaat penelitian.

Penyajian bagian pendahuluan dilakukan secara naratif, dan tidak perlu pemisahan (visi) dari suatu subbagian ke subbagian lain. Pemisahan dilakukan hanya dengan pergantian paragraf.

f. Metode

Bagian ini menyajikan bagaimana penelitian itu dilakukan. Uraian disajikan dalam beberapa paragraf tanpa subbagian atau dipilah-pilah menjadi beberapa beberapa subbagian. Hanya hal-hal yang pokok saja yang disajikan. Uraian rinci tentang rancangan penelitian tidak perlu diberikan.

Materi pokok bagian ini adalah rancangan atau desain penelitian (bagaimana data dikumpulkan), sasaran atau target penelitian (populasi dan sampel) atau siapa sumber data, teknik pengumpulan data dan pengembangan instrumen, dan teknik analisis data (bagaimana data dianalisis). Apabila uraian ini disajikan dalam subbagian, maka subbagian itu antara lain berisi keterangan tentang populasi dari sampel atau subjek, instrumen pengumpulan data, rancangan penelitian (terutama jika digunakan rancangan yang cukup kompleks seperti rancangan eksperimantal), dan teknik analisis data. Sub-subbagian tersebut umumnya (sebaiknya) disampaikan dalam format essei dan sesedikit mungkin menggunakan format enumeratif.

Penelitian yang menggunakan alat dan bahan perlu ditulis spesifikasi alat dan bahannya. Spesifikasi alat menggambarkan tingkat kecangguhan alat yang digunakan, sedangkan spesifikasi bahan juga perlu diberikan karena penelitian ulang dapat berbeda dari penelitian perdana apabila spesifikasi bahan yang digunakan berbeda.

Untuk penelitian kualitatif perlu ditambahkan perian mengenai kehadiran peneliti, subjek penelitian, dan informan beserta cara-cara menggali data penelilitan, lokasi penelitian, dan lama penelitian. Selain itu juga diberikan uraian mengenai pengecekan keabsahan hasil penelitian.

g. Hasil

Bagian ini merupakan bagian utama artikel ilmiah, dan oleh karena itu biasanya merupakan bagian terpanjang. Bagian ini memuat hasil penelitian, tepatnya hasil analisis data. Hasil yang disajikan adalah hasil bersih. Proses analisis data (seperti perhitungan statistik) tidak perlu disajikan. Proses pengujian hipotesis pun tidak perlu disajikan, termasuk perbandingan antara koefisien yang ditemukan dalam analisis dan hasil pengujian hipotesis.

Penyampaian hasil penelitian dapat dibantu dengan penggunaan tabel dan grafik (atau bentuk/format komunikasi yang lain). Tabel atau grafik harus diberi komentar atau dibahas dalam tubuh artikel. Pembahasan tidak harus dilakukan per tabel atau grafik. Tabel atau grafik digunakan untuk memperjelas penyajian hasil secara verbal.

Penyajian hasi yang cukup panjang dapat dibagi dalam beberapa subbagian. Apabila hasil yang disajikan cukup panjang, penyajian harus dilakukan dengan memilah-milah menjadi subbagian-subbagian sesuai dengan penjabaran masalah penelitian. Apabila bagian ini pendek, bisa digabung dengan bagian pembahasan. Untuk penelitian kualitatif, bagian hasil memuat bagian-bagian rinci dalam bentuk subtopik-subtopik yang berkaitan langsung dengan fokus penelitian.

h. Pembahasan

Bagian ini adalah bagian terpenting dari keseluruhan isi artikel ilmiah. Penulis artikel dalam bagian ini menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dan menunjukkan bagaimana temuan-temuan tersebut diperoleh, menginterpretasikan temuan, mengaitkan temuan penelitian dengan struktur pengetahuan yang telah mapan dan memunculkan ”temuan-temuan” baru atau modifikasi teori yang telah ada. Tujuan pembahasan adalah: (a) menjawab masalah penelitian atau menunjukkan bagaimana tujuan penelitian itu dicapai, (b) menafsirkan temuan-temuan, (c) mengintegrasikan temuan penelitian ke dalam kumpulan pengetahuan yang telah mapan, dan (d) menyusun teori baru atau memodifikasi teori yang ada.

Dalam menjawab masalah penelitian atau tujuan penelitian, harus disimpulkan hasil-hasil penelitian secara eksplisit. Misalnya dinyatakan bahwa penelitian bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan kognitif anak sampai umur 5 tahun, maka dalam bagian pembahasan haruslah diuraikan pertumbuhan kognitif anak itu sesuai dengan hasil penelitian.

Penafsiran terhadap temuan dilakukan dengan menggunakan logika dan teori-teori yang ada. Misalnya ditemukan adanya korelasi antara kematangan berpikir dengan lingkungan anak, Hal ini dapat ditafsirkan bahwa lingkungan dapat memberikan masukan untuk mematangkan proses kognitif anak. Lingkungan adalah segala sesuatu yang terdapat di sekitar anak, termasuk sekolah sebagai tempat belajar.

Temuan diintegrasikan ke dalam kumpulan pengetahuan yang sudah ada dengan jalan membandingkan temuan itu dengan temuan penelitian sebelumnya, atau dengan teori yang ada, atau dengan kenyataan di lapangan. Perbandingan tersebut harus disertai rujukan.

Jika penelitian ini menelaah teori (penelitian dasar), teori yang lama bisa dikonfirmasi atau ditolak, sebagian atau seluruhnya. Penolakan terhadap sebagian teori harus disertai dengan modifikasi teori, sedangkan penolakan terhadap seluruh teori haruslah disertai dengan rumusan teori baru.

Untuk penelitian kualitatif, bagian ini dapat pula memuat ide-ide peneliti, keterkaitan antara kategori-kategori dan dimensi-dimensi serta posisi temuan atau penelitian terhadap temuan dan teori sebelumnya.

i. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan menyajikan ringkasan dari uraian mengenai hasil penelitian dan pembahasan. Dari kedua hal ini dikembangkan pokok-pokok pikiran (baru) yang merupakan esensi dari temuan penelitian. Kesimpulan disajikan dalam bentuk essei, bukan dalam bentuk numerikal.

Saran hendaknya dikembangkan berdasarkan temuan penelitian atau disusun berdasarkan kesimpulan yang telah ditarik. Saran dapat mengacu pada tindakan praktis, pengembangan teori baru, dan penelitian lanjutan. Bagian saran bisa berdiri sendiri.

j. Daftar Rujukan

Bagian rujukan harus lengkap dan sesuai dengan rujukan yang disajikan dalam batang tubuh artikel ilmiah. Bahan pustaka yang dimasukkan dalam daftar rujukan harus sudah disebutkan dalam batang tubuh artikel. Demikian pula semua rujukan yang disebutkan dalam batang tubuh harus disajikan dalam daftar rujukan.

B. ARTIKEL NONPENELITIAN/ARTIKEL HASIL PEMIKIRAN

Artikel hasil pemikiran adalah hasil pemikiran penulis atas suatu permasalah, yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Dalam upaya untuk menghasilkan artikel jenis ini penulis terlebih dahulu mengkaji sumber-sumber yang relevan dengan permasalahannya, baik yang sejalan maupun yang bertentangan dengan apa yang dipikirkannya. Sumber-sumber yang dianjurkan untuk dirujuk dalam rangka menghasilkan artikel hasil pemikiran adalah juga artikel-artikel hasil pemikiran yang relevan, hasil-hasil penelitian terdahulu, di samping teori-teori yang dapat digali dari buku-buku teks.

Bagian paling vital dari artikel hasil penelitian adalah pendapat atau pendirian penulis tentang hal yang dibahas, yang dikembangkan dari analisis terhadap pikiran-pikiran mengenai masalah yang sama yang telah dipublikasikan sebelumnya dan pikiran baru penulis tentang hal yang perlu dikaji jika memang ada. Jadi, artikel hasil pemikiran nukanlah sekadar kulase atau tempelan cuplikan dari sejumlah artikel, apalagi pemindahan tulisan dari sejumlah sumber, tetapi adalah hasil pemikiran analitis dan kritis penulisnya.

Ketentuan untuk penulisan artikel nonpenelitian pada dasarnya berlaku juga untuk penulisan makalah pendek (yaitu makalah yang panjangnya tidak lebih dari 20 halaman), kecuali dalam makalah pendek abstrak dan kata-kata kunci tidak harus ada.

Istilah artikel nonpenelitian mengacu kepada semua jenis artikel ilmiah yang bukan merupakan laporan hasil penelitian. Artikel yang termasuk kategori artikel nonpenelitian antara lain berupa artikel yang menelaah suatu teori, konsep, atau prinsip, mengembangkan suatu model, mendiskripsikan fakta atau fenomena tertentu, menilai suatu produk, dan masih banyak jenis yang lain. Karena beragamnya jenis artikel ini, maka cara penyajiannya di dalam jurnal sangat bervariasi.

1. Isi dan Sistematika

Sebuah artikel nonpenelitian berisi hal-hal yang sangat esensial; karena itu biasanya jumlah halaman yang disediakan tidak banyak (antara 10 – 20 halaman). Unsur pokok yang harus ada dalam artikel nonpenelitian dan sistematikanya adalah: (1) judul artikel, (2) nama penulis, (3) abstrak dan kata kunci, (4) pendahuluan, (5) bagian inti, (6 penutup, dan (7) daftar rujukan.

a.Judul

Judul artikel sebagai label yang mencerminkan secara tepat inti isi yang terkandung dalam artikel. Untuk itu, pemilihan kata yang dipakai dalam judul artikel hendaknya dilakukan secara cermat. Di samping aspek ketepatannya, pilihan kata untuk judul perlu juga mempertimbangkan pengaruhnya terhadap daya tarik judul bagi pembaca. Judul artikel sebaiknya terdiri atas 5 – 15 kata.

Judul artikel hasil pemikiran hendaknya mencerminkan dengan tepat masalah yang dibahas. Pilihan kata-kata harus tepat, mengandung unsu-unsur utama maslah, jelas, dan setelah disusun dalm bentuk judul harus memiliki daya tarik yang cukup kuat bagi calon pembaca. Judul dapat ditulis dalam bentuk berita atau kalimat tanya. Salah satu ciri penting judul artike hasil pemikiran adalah ”provokatif”, dalam arti merangsang pembaca untuk membaca artikel yang bersangkutan. Hal ini penting karena artikel hasil pemikiran pada dasarnya bertujuan untuk membuka wacana diskusi argumentasi, analisis, dan sintesis pendapat-pendapat para ahli atau pemerhati bidang tertentu.

Perhatikan judul-judul artikel di bawah ini, dan lakukan evaluasi terhadap judul-judul tersebut untuk melihat apakah kriteria yang tersebut di atas terpenuhi.

· Membangun Teori melalui Pendekatan Kualitatif (Forum Penelitian Kependidikan Tahun 7, No. 1)

· Repelita IV: Cautious Development Plan for Steady Growth (Kaleidoscope International Vol. IX No.1)

· Interpreting Student’s and Teacher’s Discourse in Science Classes: An Underestimated Problem? ( Journal of Research in Science Teaching Vol. 33, No. 2 ).

Di dalam contoh-contoh judul di atas seharusnya tercermin ciri-ciri yang diharapkan ditunjukkan oleh artikel hasil pemikiran seperti provokatif, argumentatif, dan analitik.

b. Nama Penulis

Untuk menghindari bias terhadap senioritas dan wibawa atau inferioritas penulis, nama penulis artikel tanpa disertai gelar akademik atau gelar profesional yang lain. Jika dikehendaki gelar kebangsawanan atau keagamaan boleh disertakan. Nama lembaga tempat penulis bekerja ditulis sebagai catatan kaki di halaman pertama. Jika penulis lebih dari 2 orang, hanya nama penulis utama saja yang dicantumkan di bawah judul disertai tambahan dkk. (dan kawan-kawan). Nama penulis lain ditulis dalam catatan kaki atau di dalam catatan akhir jika tempat pada catatan kaki tidak mencukupi.

c. Abstrak dan Kata Kunci

Untuk artikel nonpenelitian, abstrak berisi ringkasan dan isi artikel yang dituangkan secara padat, bukan komentar atau pengantar dari penyunting atau redaksi. Panjang abstrak 50 – 75 kata dan ditulis dalam satu paragraf. Abstrak diketik dengan spasi tunggal dengan menggunakan format yang lebih sempit dari teks utama (margin kanan dan kiri menjorok masuk 1,2 cm).

Dengan membaca abstrak diharapkan calon pembaca segera memperoleh gambara umum dari masalah yang dibahas dalam artikel. Ciri-ciri umum hasil pemikiran seperti kritis dan provokatif hendaknya juga sudah terlihat dalam abstrak ini sehingga calon pembaca tertarik untuk meneruskan pembacannya.

Abstrak hendaknya juga disertai dengan 3-5 kata kunci, yaitu istilah-istilah yang mewakili ide-ide atau konsep-konsep dasar yang terkait dengan ranah permasalahan yang dibahas dalam artikel, atau kata pokok yang menggambarkan daerah masalah yang diteliti atau istilah-istilah yang merupakan dasar pemikiran gagasan dalam karangan asli, berupa kata tunggal atau gabungan kata. Jumlah kata kunci antara 3 – 5 buah. Jika dapat diperoleh, kata-kata kunci hendaknya diambil dari tesaurus bidang ilmu terkait. Perlu dicatat bahwa kata-kata kunci tidak hanya dapat dipetik dari judul artikel, tetapi juga dari tubuh artikel walaupun ide-ide atau konsep-konsep yang diwakili tidak secara eksplisit dinyatakan atau dipaparkan di dalam judul atu tubuh artikel. Kata kunci diperlukan untuk komputerisasi sistem informasi ilmiah. Dengan kata kunci dapat ditemukan judul-judul penelitian beserta abstraknya dengan mudah.

d. Pendahuluan

Bagian pendahuluan artikel nonpenelitian berisi uraian yang mengantarkan pembaca kepada topik utama yang akan dibahas. Bagian ini menguraikan hal-hal yang dapat menarik perhatian pembaca dan memberikan acuan (konteks) bagi permasalahan yang akan dibahas misalnya dengan menonjolkan hal-hal yang kontroversial atau belum tuntas dalam pembahasan permasalahan terkait dalam artikel-artikel atau naskah-naskah lain yang telah dipublikasikan terdahulu. Oleh karena itu, isi bagian pendahuluan menguraikan hal-hal yang mampu menarik pembaca sehingga mereka ”tergiring” untuk mendalami bagian selanjutnya. Selain itu, bagian pendahuluan hendaknya diakhiri dengan rumusan singkat (1 – 2 kalimat) tentang hal-hal pokok yang akan dibahas. Bagian pendahuluan tidak diberi judul.

e. Bagian Inti

Judul, judul bagian, dan isi bagian inti sebuah artikel nonpenelitian sangat bervariasi, lazimnya berisi kupasan, analisis, argumentasi, komparasi, keputusan, dan pendirian atau sikap penulis mengenai masalah yang dibicarakan, tergantung pada topik yang dibahas. Hal yang perlu mendapat perhatian pada bagian inti adalah pengorganisasian isinya. Uraian yang lebih rinci mengenai cara pengorganisasian isi dibahas pada paparan berikutnya.

Banyaknya subbagian juga tidak ditentukan, tergantung kepada kecukupan kebutuhan penulis untuk menyampaikan pikiran-pikirannya. Di antara sifat-sifat artikel terpenting yang seharusnya ditampilkan di dalam bagian ini adalah kupasan yang argumentatif, analitik, dan kritis dengan sistematika yang runtut dan logis, sejauh mungkin dengan berciri komparatif dan menjauhi sifat tertutup dan instruktif. Walaupun demikian perlu dijaga agar tampilan bagian ini tidak terlalu panjang dan menjadi bersifat enumeratif seperti diktat. Penggunaan subbagian-subbagian yang terlalu banyak juga akan menyebabkan artikel tampil seperti diktat.

f. Penutup

Istilah penutup dipakai sebagai judul bagian akhir dari sebuah artikel nonpenelitian, jika isinya hanya berupa catatan akhir atau yang sejenisnya. Jika uraian pada bagian akhir berisi kesimpulan hasil pembahasan pada bagian sebelumnya, perlu dimasukkan pada bagian kesimpulan. Kebanyakan artikel nonpenelitian membutuhkan kesimpulan. Ada beberapa artikel nonpenelitian yang dilengkapi dengan saran. Sebaiknya saran ditempatkan dalam bagian tersendiri.

Penutup biasanya diisi dengan simpulan atau penegasan pendirian penulis atau masalah yang dibahs pada bagian sebelumnya. Banyak juga penulis yang berusaha menampilkan segala apa yang telah dibahas dibagian terdahulu, secara ringkas. Sebagian penulis mnyertakan saran-saran atau pendirian alternatif. Jika memang dianggap tepat bagian terakhir ini dapat disajikan dalam subbagian tersendiri.

g. Daftar Rujukan

Bahan rujukan yang dimasukkan dalam daftar rujukan hanya yang benar-benar dirujuk di dalam tubuh artikel. Jadi, bahan pustaka yang dimasukkan dalam daftar rujukan harus sudah disebutkan dalam batang tubuh artikel. Karena itu, Daftar rujukan harus lengkap, mencakup semua bahan pustaka yang telah disebutkan dalam batang tubuh artikel.

Sebaliknya, semua rujukan yang telah disebutkan dalam tubuh artikel harus tercatat di dalam daftar rujukan. Penulisan daftar rujukan dilakukan pada halaman terakhir artikel, tidak pada halaman baru. Tata aturan penulisan daftar rujukan bervariasi, tergantung gaya selingkung yang dianut. Walaupun demikian, harus senantiasa diperhatikan bahwa tata aturan ini secara konsisten didiikuti dalam setiap nomor penerbitan.

2. Pengorganisasian Isi

Pengorganisasian isi mengacu kepada cara penataan urutan isi yang akan dipaparkan dalam artikel. Isi yang dimaksud dapat berupa fakta, konsep, prosedur, atau prinsip. Tipe isi yang berbeda memerlukan penataan urutan yang berbeda, tergantung pada struktur isinya.

Berikut ini adalah langkah yang perlu dilewati untuk menghasilkan pengiorganisasian isi artikel yang baik: (1) mengidentifikasi tipe isi yang akan dideskripsikan dalam artikel, (2) menetapkan struktur isi, (3) menata isi ke dalam strukturnya, (4) menata urutan isi, dan (5) mendeskripsikan isi mengikuti urutan yang telah ditetapkan.

Mengidentifikasi tipe isi yang akan dideskripsikan dalam artikel merupakan langkah paling awal. Isi yang dimaksud perlu dikaji secara cermat apakah berupa konsep, prosedur, atau prinsip. Tipe isi dikatakan konsep apabila menekankan uraian tentang ”apanya”, tipe isi prosedur menekankan ”bagaimana”, dan tipe isi dikatakan prinsip apabila menekankan ”mengapa”.

Menetapkan struktur isi merupakan langkah lanjutan setelah penetapan tipe isi. Struktur isi mengacu kepada kaitan antarisi. Penataan isi artikel perlu memperhatian struktur isinya. Dari struktur isi akan dapat diketahui isi mana yang selayaknya diuraikan lebih dulu dan isi mana yang diuraikan kemudian, serta seberapa dalam setiap isi perlu diuraikan.

Tipe isi yang berbeda menuntut struktur isi yang berbeda. Apabila isi yang akan diuraikan dalam artikel berupa konsep-konsep, maka isi ini sebaiknya ditata ke dalam struktur konseptual. Apabila isi yang akan diuraikan berupa prosedur, maka penataannya menuntut penggunaan struktur prosedural. Apabila isi yang akan diuraikan berupa prinsip, tatanan prinsip-prinsip itu ditata ke dalam struktur teoretik.

Langkah ketiga adalah menata isinya ke dalam strukturnya. Apabila hasil langkah kedua ternyata mengarah ke pembuatan struktur konseptual, maka langkah berikutnya adalah memilih semua konsep penting yang akan diuraikan dan manatanya menjadi suatu struktur yang bermakna, yang secara jelas menunjukkan keterkaitan antarkonsep itu.

Langkah keempat adalah menata urutan isi. Penataan ini dilakukan berpijak pada struktur yang telah dibuat pada langkah ketiga. Pada langkah ini semua konsep atau prosedur, atau prinsip yang telah dimasukkan dalam strukturnya ditata urutan pemaparannya. Beberapa ketentuan penataan urutan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.

Pertama, paparkan struktur isi, sedapat mungkin pada bagian paling awal dari artikel. Struktur isi yang memuat bagian-bagian penting artikel dan kaitan-kaitan antarbagian itu perlu dipaparkan pada bagian awal untuk dijadikan kerangka acuan paparan isi yang lebih rinci.

Kedua, Paparkan bagian isi terpenting di bagian pertama. Pada tahap pemaparan isi yang diambil dari suatu struktur, upayakan memaparkan isi yang paling penting pertama kali. Penting tidaknya bagian isi ditentukan oleh sumbangannya untuk memahami keseluruhan isi artikel. Misalnya, jika konsepkonsep yang akan dipaparkan memiliki hubungan prasyarat belajar, maka konsep-konsep yang mempersyarati sebaiknya dipaparkan terlebih dulu.

Ketiga, sajikan isi secara bertahap dari umum ke rinci. Isi yang lebih umum sebaiknya disajikan mendahului isi yang lebih rinci. Selain itu, setiap paparan suatu bagian isi sebaiknya selalu ditunjukkan kaitannya dengan bagian isi yang lain.

Setelah melewati keempat langkah tersebut, penulis artikel tinggal membuat paparan isi sesuai dengan urutan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam memaparkan isi upayakan menggunakan tahapan tingkat umum ke rinci secara bertahap. Dengan cara ini, tingkat sajian yang lebih umum akan menjadi pijakan bagian sajian isi yang lebih rinci.

~ oleh smppgri1kdr di/pada Desember 24, 2007.